BOOKING TIKET PESAWAT

sajak

sajak. Info sangat penting tentang sajak. Mengungkap fakta-fakta istimewa mengenai sajak

sajak. Pulau Bunyu Kalimantan Timur. Inilah yang mungkin membuat sajak-sajak WS Rendra menyihir siapapun, membangkitkan kesadaran kritis dan mendorong kaki kita melangkah, tangan kita meraih dan dahi kita mengernyit, memikirkan kehidupan, termasuk pada medan-medan peka seperti kekuasaan dan politik. Terlebih puisi acap bertutur tentang kritik dan politik.

"Tema puisi itu kehidupan, dan politik adalah bagian dari kehidupan. Puisi ditulis seperti politik dimengerti," kata penyair Inggris keturunan Hongaria, George Szirtes.

Perempuan jurnalis dan penulis Palestina, Lamyaa Hashim, menyebut kekuatan puisi dan karya sastra melebihi kritik politisi dan mengangkangi dahsyatnya tembakan meriam. "Perang terabadikan oleh stanza-stanza. Patriotisme atau kekerabatan menebal (karena puisi)," kata Lamyaa.

Tak heran, penguasa, tiran dan penjajah kerap lebih mencemaskan berondongan kata bersanjak ketimbang umpatan sarkastis dan parade senjata.

Israel misalnya, sangat takut murid-murid Palestina di wilayahnya menulis dan mempelajari puisi karya penyair Palestina, termasuk karya pujangga termasyur Palestina, Mahmoud Darwish.

Saw Wai, pujangga Myanmar, dipenjarakan dua tahun gara-gara menerbitkan puisi delapan bait berisi pesan tersembunyi yang menyebut penguasa tertinggi negeri itu, Jenderal Than Shwe, sebagai jenderal haus kekuasaan.

Puisi-puisi dan karya-karya sastra WS Rendra juga kerap menebarkan kengerian dan ketakutan dari penguasa serupa itu, terutama semasa Orde Baru menitahi Indonesia.

Banyak penyair --seperti juga WS Rendra, Pablo Neruda, Simin Behbahani dari Iran, Wole Soyinka dari Nigeria dan Nurmuhemmet Yasin dari Uighur China -- pernah berurusan dengan polisi, bui dan penjara. Tak sedikit pula yang terpaksa menutup lembaran hidupnya di tangan aparat dan penguasa yang lalim.

Dan seperti sastrawan pembaru lainnya, tidak hanya dipenjara, beberapa karya drama Rendra juga sempat dilarang oleh penguasa, diantaranya "Mastodon dan Burung Kondor."

Sungguh semua perjalanan itu telah dilalui sang ikon sastra Indonesia kontemporer itu, tapi sungguh semua cemoohan dan siksaan tidak membuatnya mengakhiri berkarya, melembutkan kata tajamnya, dan menumpulkan pikiran kritisnya.


BOOKING TIKET PESAWAT
Powered By : Blogger